The novel Amba portrays people who have been removed from the records of 1965-as does the novel Pulang.įor some reason, these two lengthy novels appeared close to each other in 2012. “History removes ordinary people from the records.” “History is the stride of a heartless giant,” the words in the novel Amba say, in a letter that has been hidden for years beneath a tree on the island of Buru after the writer, a doctor and political prisoner, was murdered. We know that ‘1965’ is much more than that. The beginning of traumatic change in the history of Indonesian politics.
The terrifying revenge against the Indonesian Communist Party.
#PENOKOHAN FILM 5 CM CODE#
‘1965’ has become a kind of code to decipher: what Sundanese call a ‘titimangsa’, a code for a catastrophic occurence-something called ‘historic event’-and because of this, always simplifi ed. Jika begitu banyak yang memprotes kenapa film ini memberikan porsi yang lebih banyak kepada Mutiari, harus dipahami bahwa penonton (Indonesia) tampaknya masih terbiasa dengan pendekatan biografis, terutama bila sosok yang diangkat sudah menjadi ikon, lambang, atau pahlawan.įilm ini pada akhirnya memang hanya mengambil satu cuplikan periode peristiwa yang dimulai dari demonstrasi para buruh PT Catur Putra Surya disusul kematian Marsinah pencidukan sembilan orang tertuduh, termasuk Mutiari, kepala personalia per-usahaan itu, yang dianggap sebagai otak pembunuhan hingga pengadilan para tersangka. Namun, rohnya hidup hingga akhir film ini. Tokoh Marsinah dalam rekaan sutradara Slamet Rahardjo Djarot hanya tampil dalam durasi yang begitu pendek. Empat hari kemudian, ia ditemukan tergeletak tak bernyawa dengan kondisi yang mengerikan di Dusun Jegong, Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur. Dan dia pergi begitu cepat pada suatu malam tanggal dan tak pernah kembali. Dia datang begitu cepat dengan semangat menggebu untuk memperjuangkan kenaikan upah buruh dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250 per hari. Marsinah hadir dalam adegan-adegan yang begitu cepat, susul-menyusul berdesakan dengan potongan gambar lain.
SEKELEBAT gambar hidup, sekelebat jeritan, sekelebat kematian. Pemain : Megarita (Marsinah), Diah Arum (Mutiari) Skenario : Agung Bawantara, Karsono Hadi, Tri Rahardjo, Slamet Rahardjo, Eros Djarot Bagaimana Slamet menampilkan adegan penyiksaan? Film Marsinah lebih memotret sosok Marsinah dari mata Mutiari-tokoh yang dituduh sebagai otak pembunuhan-daripada menggunakan pendekatan biografis. Slamet Rahardjo meniupkan roh Marsinah ke atas layar perak.